Rabu, 17 Januari 2018

PAPER PANCASILA SILA KE-5 KEADILAN BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA



PAPER PANCASILA
SILA KE-5
KEADILAN BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA



DISUSUN
 OLEH
KELOMPOK 3

SINDY AYU KIRANA
FRISTA CHAIRUNISA
RAMA PRATAMA
SALSA ANNADA IFAFAH
AYU NATALIA BR TARIGAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017


Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunianya sehingga paper Pancasila tentang Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Paper ini disusun dalam rangka memenuhi nilai tugas mata kuliah Pancasila.
Pada kesempatan kali ini kami tidak lupa menyampaikan rasa syukur dan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama untuk dosen Mata Kuliah Pancasila Bapak Rendy Hmzah, Ma. dan orang-orang yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada kami.
Dengan penuh kesadaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini melainkan Allah SWT, maka paper ini pun tidak luput dari segala kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan paper ini sangat kami harapkan. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.

Balunijuk, 17 Desember 2017





Penyusun      





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yang  memiliki sebuah ideologi. Sebuah pemikiran yang melandasi segala aktivitas, tingkah laku dan pola fikir, yang akhirnya tercipta keharmonisan di dalamnya. Semakin tertata dan teraturnya pola hidup seseorang, maka akan semakin baik hidup orang tersebut.
Beda negara berbeda juga ideologi yang diterapkan, seperti Indonesia. Indonesia adalah negara yang ideologinya berdasarkan oleh Pancasila. Dan sebagai warga negara, kita diharuskan untuk mengerti, menghayati, mengamalkan dan mengamankannya. Karena, Pancasila merupakan landasan terkuat karena tersusun dari berbagai aspek dasar kehidupan. Pancasila yang memilki sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap, Persatuan Indonseia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
Namun beberapa tahun terakhir ini, kita telah kehilangan sifat dasar dan makna yang sebenanya dari Pancasila itu sendiri. Banyak sekali pergeseran yang telah terjadi di negara dan bangsa tercinta ini. Beberapa contoh yang signifikan adalah dengan peristiwa - peristiwa yang belakangan telah mencoreng dan jauh dari asas Pancasila. Dalam hal ini salah satu sila dari Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini nilai - nilai yang tertanam di masyarakat terhadap sila tersebut sangatlah kecil, hal itu terlihat dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi yang berawal dari hilangnya keadilan dalam kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, kami akan membahas apa makna dari salah satu sila dalam Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

1.2  Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan utama dalam penulisan paper ini yaitu:
1.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana pribadi yang sebenarnya dari bangsa yang berlandaskan Pancasila.
2.      Diharapkan para pembaca dapat mengerti Pancasila dengan baik dan benar, mengenai sila ke lima dalam Pancasila serta mengerti arti dari Pancasila yang sebenarnya, para pembaca dapat mengamalkan nilai-nilai yang terkandung pada sila kelima dalam Pancasila.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1    Pengertian Pancasila
Pancasila yang berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama daripada Dasar Negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV. Nama Pancasila terdiri dari dua kata yang diambil bahasa Sansekerta dalam kitab negarakertagama yang ditulis oleh Empu Parapanca yaitu: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas, maka dari itu pancasila disebut dengan lima asas/prinsip dasar. Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia, sekaligus merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila bukan hanya dasar bagi negara Indonesia dan pedoman kehidupan bangsa dan negara tetapi juga jiwa bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup, dan cita-cita serta tujuan bangsa Indonesia. Dalam kata lain, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik, adil dan makmur. Selama masa perumusan nya pada tahun 1945, Pancasila telah beberapa kali mengalami perubahan kandungan dan urutan, hingga pada tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, kemudian pada tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
3.1    Sejarah Rumusan Pancasila
Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat di dalam buku Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma, Pancasila artinya “berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa Sansekerta) dan arti lain yaitu “Pelaksanaan Kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu:
1.      Tidak Boleh melakukan kekerasan
2.      Tidak boleh mencuri
3.      Tidak boleh berjiwa dengki
4.      Tidak boleh berbohong
5.      Tidak boleh mabuk

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu  Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Muhammad Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut:
1.      Peri Kebangsaan,
2.      Peri Kemanusiaan,
3.      Peri Ketuhanan,
4.      Peri Kerakyatan,
5.      dan Kesejahteraan Rakyat.
Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar  pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1945,  Soekarno mengemukakan usulnya mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1.      Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2.      Internasionalisme
3.      Mufakat atau Demokrasi
4.      Kesejahteraan
5.      Ketuhanan.
Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya “Sekarang banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan  ketuhanan,  lima bilangannya.  Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi”. Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya yaitu:
Rumusan Pertama    : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua       : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga       : Mukaddimah Konstitusi RI Serikat - tanggal 27 Desember 1949
Rumusan Keempat   : Mukaddimah UUD Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
Rumusan Kelima      : Rumusan Ke-2 yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

            Pada tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno mengucapkan pidato MANIPOL dan USDEK. Pada waktu itu MANIPOL dianggap sebagai pengamalan dari Pancasila dengan “Nasakom” dan “Lima Azimat Revolusi” nya. Kemudian meletuslah pengkhianatan “G-30 S/PKI” tanggal 1 Oktober 1965. Yang akhirnya pada tanggal tersebut dinyatakan sebagai Tonggak Demarkasi Orde Baru, dan diperingati sebagai “Hari Kesaktian Pancasila”. Dan sejak tahun 1970 hingga sekarang, tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai “Hari Lahir Pancasila”.



BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Makna dan Arti Pancasila  Sila Ke-5
Pada umumnya nilai pancasila digali oleh nilai-nilai luhur nenek moyang bangsa Indonesia termasuk nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Karena digali oleh nilai nilai luhur bangsa Indonesia, Pancasila mempunyai kekhasan dan kelebihan, sedangkan Prinsip keadilan yaitu berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat adil (Sunarjo Wreksosuharjo,2000:35). Dengan sila ke lima ini, manusia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sila Kelima dalam Dasar Negara RI mengandung makna setiap manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Untuk itu dikembangkan perbuatannya luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu diperlukan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan. Dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai- nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama.
Maka dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama ( kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.

3.2  Nilai Yang Terkandung Pada Sila Ke Lima
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan.
Dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai- nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama ( kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain , manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya
Keadilan Sosial adalah sifat masyarakat yang adil, makmur dan berbahagia untuk semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penghisapan, bahagia material dan bahagia spritual, lahir dan batin. Istilah adil yaitu menunjukkan bahwa seseorang harus memberikan apa yang menjadi haknya. Dan tahu mana haknya dan kewajibannya sendiri kepada orang lain dan dirinya. Sosial berarti tidak mementingkan diri sendiri saja, tetapi mengutamakan kepentingan umum, tidak individualistis dan egois.
Tetapi berbuat untuk kepentingan bersama. Maka di dalam sila ke-5 tersebut, terkandung nilai Keadilan tersebut didasari oleh hakekat keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu manusia dikatakan pula sebagai makhluk Monopruralisme. Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama adalah meliputi:

1)      Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak sama. Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasrkan atas hak dan kewajiban.

2)      Keadilan Legal (Keadilan Bertaat)
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya. Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan untuk yang lainnya disebut keadilan legal.

3)      Keadilan Komulatif
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara timbal balik. Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asan pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan  seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di dunia dan prinsip ingin menciptakan  ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama (keadilan bersama).
Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu Negara berkebangsaan, mengharuskan Negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka Negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang berdasarkan atas Hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum haruslah terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu:
a.      Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia.
b.      Peradilan yang bebas
c.      Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Konsekuensinya sebagai suatu Negara Hukum yang berkeadilan sosial maka Negara Indonesia harus mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam undang-undang 1945 pasal:
1.  Pasal 27 (1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan perintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2.  Pasal 28, “Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
3. Pasal 29 (2) Negara  menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
4. Pasal 31 (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

3.3    Penerapan Sila ke-5 di Indonesia
Keadilan sosial berarti keadaan yang seimbang dalam suatu masyarakat, namun ternyata dalam kenyataannya sila ke-5 masih memiliki banyak kekurangan. Perwujudan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia setelah 68 tahun merdeka masih belum maksimal sekaligus merupakan sila yang diabaikan oleh penyelenggara Negara Kesatuan Republik Indonesia dari saat kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan saat ini. Ini ditandai dengan saat ini adanya kurang lebih 100 juta rakyat Indonesia (menurut data Bank Dunia) berada dibawah garis kemiskinan atau kurang lebih 40 % dari bangsa Indonesia ini menandakan masih besarnya kesenjangan sosial di indonesia.
Dilihat dari strata sosial bangsa Indonesia setelah kemerdekaan tidak mengalami perubahan, strata tersebut antara lain:
a)   Strata Sosial Utama              : Diduduki oleh kaum pemodal yang dengan kebijakan ekonomi liberal, dimulai masa orde baru sampai dengan saat ini.
b)   Strata Sosial Kedua              : Kalangan birokrat penyelenggara negara yang dengan penyakit KKN yang akut dari masa orde baru sampai dengan saat ini.
c)   Strata Sosial Ketiga               : Para pekerja professional.
d)   Strata Sosial Keempat          : Tetap tidak berajak dari masa penjajahan Belanda dulu yang menikmati paling sedikit  kesejahteraan dialam kemerdekaan ini adalah: petani, buruh, pekerja rendahan, nelayan, akibat daya dukung kehidupan makin menurun di pedesaan dan terpaksa melarikan diri ke kota tanpa modal pendidikan dan keahlian apa-apa.

3.4  Garis Besar Sila Ke-5
Secara garis besar sila ke-5 mengalami masalah atau kekurangan dalam bidang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial yang tidak merata. Untuk contoh konkrit berdasarkan pasal-pasal yang terkait dengan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Pasal 33 UUD 1945
Tentang kesejahteraan sosial, dimana di ayat 3 disebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berarti seharusnya rakyat Indonesia dapat menggunakan air secara gratis dan merata tapi ternyata sudah rakyat harus bayar dan tidak merata terbukti banyak terjadi kekeringan dan kekurangan air didaerah-daerah terpencil contoh NTB. Mereka harus membuat sumber air sendiri hingga hal tersebut dijadikan sebagai iklan salah satu perusahaan air minum. Kemudian kelangkaan minyak dan bahan bakar (bensin) padahal Indonesia kaya akan segala macam kekayaan alam. Tetapi realitanya bangsa Indonesia harus antri dan membayar mahal untuk mendapatkan kebutuhan tersebut.

b.      Pada Pasal 31 UUD 1945
Tentang Pendidikan, juga belum terlaksana dengan baik. Biaya sekolah setiap tahun semakin meningkat, beasiswa juga disalurkan tidak merata kadang malah salah orang, dan pendidikan pun mengenal kata diskriminasi karena penduduk kota saja yang dapat merasakan pendidikan dengan baik sedangkan daerah – daerah tertentu yang sulit dijangkau oleh manusia apalagi teknologi tidak dapat, merasakan pendidikan itu dengan baik.

3.5  Berdasarkan pengamalan nilai Pancasila khususnya sila ke-5 maka seharusnya aplikasi sila ke-5 dalam masyarakat adalah sebagai berikut:

1.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.      Menghormati hak orang lain.
5.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
6.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
7.      Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.


8.      Suka bekerja keras.
9.      Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
10.  Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial








BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Pancasila merupakan dasar falsafah Negara publik Indonesia secara resmi tercantum di dalam alenia ke-empat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Nilai-nilai keadilan dalam sila ke-5 mempunyai Konsekuensi nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama antara lain keadilan distributif, keadilan legal, keadilan komulatif. Selain itu pancasila mempunyai beberapa  kelebihan dan kelemahan. Kelebihan tersebut terletak pada tujuan utama sila ke-5, sedangkan kelemahannya terletak pada pelaksanaan yang belum maksimal.

4.2  Saran
Seharusnya Pemerintah melaksanakan apa yang menjadi tujuan utama dari sila ke-5. Seperti pada bidang hukum, ekonomi, pendidikan, dll. Bukan saja Pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk terwujudnya tujuan dari sila ke-5, namun juga peran masyarakat dan lingkungan serta para pendidik untuk ikut menanamkan rasa keadilan kepada setiap orang tanpa membedakan ras, agama, latar belakang, warna kulit, dll. Sehingga para calon penerus bangsa Indonesia memiliki jiwa sesuai dengan isi dari sila ke-5, yang akhirnya tercipta rasa persatuan sebagai rakyat Indonesia yang kekeluargaan, kegotongroyongan dan penuh keadilan.



DAFTAR PUSTAKA
Backy Krisnayuda, Pancasila dan Undang-Undang, 2016 (Jakarta: Prenamedia Group), Hal. 250
Darji, Pancasila Suatu Orientasi Singkat, 1979, (Jakarta: Balai Pustaka), Hal.58
Darmodiharjo, Darji, Prof.S.H., dkk. 1978. Santiaji Pancasila. Surabaya. Usaha Nasional. Sundawa, Dadang, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.